Kalau ada seorang Muslim menyembah
Ka’bah atau menjadikan Ka’bah sebagai sesembahannya, berarti Ia sudah murtad
dan menjadi kafir. Di manapun, seorang Muslim harus menghadirkan Allah dalam
hati sanubarinya.
Forum Arimatea menggelar suatu forum
dialog antara teolog Muslim dan Kristiani di Gedung Kampus STEKPI, Kalibata,
Jakarta Selatan, 19 Maret lalu. Hadir sebagai pembicara dalam orasi ilmiah dan
dialog tersebut, antara lain: Habib Mohammad Rizieq Syihab, Lc, Ustadz Dr.
Muslin Abdul Karim MA, dan Ustadz Solehan MC. Panitia penyelenggara mengatur
tempat duduk peserta sedemikian rupa, di mana kelompok Nasrani duduk di bagian
tengah, sedangkan kelompok Muslim ditempatkan pada sisi kiri dan kanan. Hal itu
karena, mayoritas yang hadir kebanyakan dari kelompok Islam.
Yang menarik dari dialog tersebut
adalah rasa kebersamaan kedua pemeluk agama (Islam-Kristen), di mana mereka
sepakat untuk tidak mewarnai forum ini dengan sikap emosi atau sating menghujat
satu sama lain. Peserta yang hadir, baik yang Muslim maupun Kristen / Katolik,
sejak pagi hingga sore hari, duduk bersama, menjernihkan hati, akal dan pikiran
untuk sama-sama mencari jalan kebenaran objektif, hakiki, dan sejati. Terlihat
dari wajah yang hadir, antusiasme untuk saling mengkritisi pemahaman konsep
ketuhanan dan ajaran kedua agama yang selama ini sering ditengarai menjadi
salah satu pemicu konflik sosial di tataran grassroot penganut kedua agama.
Betapapun beberapa pertanyaan
terdengar keras dilontarkan oleh beberapa peserta, baik Muslim maupun Kristen,
terutama mengenai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, suasana persaudaraan
masih tetap terjaga. Melalui dialog, pembicara maupun peserta dapat
menyampaikan argumentasinya, atas dasar pendapatnya sendiri maupun referensi
dari sejumlah buku yang dibacanya. Inti dari dialog tersebut, adalah mengajak
peserta untuk menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yakni Allah, yang
secara jelas tercaritum di dalam kitab suci ketiga agama: Yahudi, Nasrani dan
Islam, serta tidak membuat tuhan-tuhan tandingan yang memiliki kedudukan yang
sama dengan kcdudukan Allah dalam kehidupan ini.
Bukankah dalam Injil, Yesus berkata:
“Hukum yang terutama ialah: Dengarkanlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita,
Tuhan itu Esa.” (Injil Markus 12:29). Atau “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budi.” (Matius
22:37). Sedangkan di dalam Al Quran jelas disebutkan, “Katakanlah: Dialah
Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNyasegalasesuatu…”
(QS Al Ikhlas : 1-2)
Ka’bah
= Berhala?
Yang menarik dari dialog ini adalah
rasa ingin tahu para teolog Kristen yang besar untuk bertanya atau sekedar
menguji pembicara untuk menjelaskan hal-hal yang menurutnya sangat bertentangan
dan tak logis menurut konsep ketuhanan umat Nasrani. Misalnya saja, mereka
mempertanyakan, kenapa umat Islam menyembah Ka’bah? Bukankah menyembah Ka’bah
sama dengan menyembah batu? Atau kenapa Islam disimbolkan dengan bulan sabit?
Apakah ini bentuk paganisme (keberhalaan) terhadap kebendaan? Meski ruang
kebebasan berpikir dan berpendapat dalam forum ini diberikan kelonggaran, namun
para penanya dari umat Nasrani tetap merasa tidak enak hati. Itulah sebabnya,
mereka lebih dulu mohon maaf, bila pertanyaan yang dilontarkan dapat
menyinggung perasaan umat Islam yang hadir.
Beberapa pertanyaan kritis itu
dijawab oleh Habib Rizieq Syihab dengan tenang. lugas, dan tentu dengan
bahasayang santun. Soai pertanyaan, kenapa Ka’bah yang dibuat dari batu
dijadikan kiblat kaum Muslim” sehingga muncul tuduhan seolah-olah umat Islam
menyembah batu? HabifrRizieq menjelaskan, bahwa umat Islam, kapan dan di mana
pun berada, terutama saat munajat kepada Allah, makaselama hati mereka ikhlas
untuk mencari Allah, tentu mereka akan mendapatkan Allah. Yang jelas, Allah
tidak pernah memerintahkan kepada umat Islam untuk menyembah Ka’bah.
“Sekali lagi, Ka’bah yang terbuat
dari batu sama sekali tidak disembah oleh umat Islam. Karena itu, kalau ada
seorang Muslim menyembah Ka’bah dan menjadikan Ka’bah sebagai sesembahannya,
demi Allah, si Muslim tadi sudah murtad, kafir, keluar dari agamanya (Islam).
Karenanya sebagai Muslim, ia harus menghadirkan Allah dalam hati sanubarinya.
Jadi, sekalipun menghadap Ka’bah, dia sesungguhnya hanya menyembah Allah
semata, bukan kepada Ka’bah yang terbuat dari batu,” jelas Habib.
Tapi kenapa harus menghadap Ka’bah?
Jawabnya sekali lagi, “karena Allah yang memerintahkan umat Islam untuk
menghadap ke Ka’bah, Perludicatat, sebelum umatlslam menghadap ke Ka’bah, tidak
kurang dari 16 bulan, umat Islam menghadap ke Al Baitul Maqdis, yaitu menghadap
ke Masjidil Aqsa, yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Karena
perintah Allah untuk menghadap Baitul Maqdis, umat Islam pun menghadap ke
Baitul Maqdis. Tapi 16 bulan kemudian, umat Islam diperintahkan oleh Allah
untuk berpindah arah, menghadap ke Ka’bah, Kenapa tidak ke tempat lainnya?
“Nah, inilah yang perlu diketahui,”
kata Habib Rizieq, “bahwa di dalam sejarah umat manusia dan para nabi, Ka’bah
yang ada saat ini dan yang disaksikan oleh umat manusia seluruh dunia, tidak
lain adalah satu tempat yang dulu dibangun oleh Bapak para nabi, seorang
manusia yang begitu muliadan dihormati oleh pelbagai umat beragama. Beliau
adala’h Khaliluilah Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim membangun Ka’bah, karena memang
diperintahkan oleh Allah. Lalu, Ka’bah dilestarikan oleh putranya Ismail a.s
hingga ke zaman Nabi Muhammad SAW, Pada saat Nabi Ibrahim, Ka’bah merupakan
suatu tempat yang suci, bersih dari kemusyrikan.”
“Begitu roda sejarah berputar,”
lanjut Habib Rizieq, “kemudian muncullah orang yang menyimpangkan ajaran Nabi
Ibrahim yang hanif. Akhirnya mereka meletakkan berhala-berhala di sekitar
Ka’bah. SampSi tiba masanya.Jahirlah Muhammad SAW sebagai keturunan dari Ismail
as, untuk mengemban tugas dari Allah: membersihkan Ka’bah dari segala berhala
dan kemusyrikan. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW membawa hasil yang
menggembirakan, di mana seluruh berhala, baikyang ada di dalam Ka’bah maupun di
luar Ka’bah, bahkan yang ada di seluruh kota suci Makkah, berhasil dihancurkan.
Sampai kemudian, Ka’bah kembali pada kesuciannya dari kemusyrikan, sebagaimana
permulaan Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s.”
“Yang ingin saya tekankan, kenapa
harus Ka’bah yang dipilih? Karena Ka’bah memiliki nilai historis yang luar
biasa, yakni nilai historis seorang Bapak para Nabi, Ibrahim a.s yang diakui
kenabiannya, kerasulannya, keutamaannya, dan keistimewaanya, baik oleh umat
Yahudi maupun umat Nasrani, terlebih oleh umat Islam itu sendiri. Jadi, kenapa
Ka’bah yang dipilih. Itu tak lain, karena keta’ziman wa taqriman, yaitu sebagai
penghormatan yang diberikan oleh Allah SWT, terhadap hasil kerja Nabi Ibrahim
dengan kedua tangan sucinya, juga dari hasil kerja Nabi Ismail yang menjaga dan
melestarikan Ka’bah. Dan Allah menginginkan agar Ka’bah tetap suci, dan tetap
bersih dari kemusyrikan sampai hari kiamat nanti.”
Jawaban tak kalah penting tentang
kenapa umat Islam diperintahkan untuk menghadap Ka’bah? Menurut Ketua Front
Pembela Islam ini, “Itu, agar umat Islam setiap harinya, dan setiap detik
hidupnya terus memperhatikan kelestarian Ka’bah. Tegasnya, segala waktunya,
tenaga dan kemampuannya dicurahkan untuk menjaga Ka’bah, sehingga tidak lagi
dikotori, dan dicampuri oleh kebatilan dan kemusyrikan. Alhamdulillah 15 abad
berlalu, dari zaman Nabi Muhammad SAW, sampai saat ini, tak satu pun tangan
kotor yang mengisi Ka’bah dan kota Makkah dengan berhala.”
Andai Ka’bah bukan menjadi Kiblat
umat Islam, apa yang terjadi? Bisa Jadi umat Islam akan kurang pengorbanan dan
perhatiannya terhadap Ka’bah. “Saya bisa buktikan, dulu saat Baitul Maqdis
menjadi kiblat umat Islam, maka keberadaannya selalu diperhatikan, dijaga dan
dipelihara. Tapi manakala Baitul Maqdis, sudah tidak menjadi kiblat umat Islam,
kenyataaan yang terjadi, perhatian umat Islam terhadap Baitul Maqdis sudah
mulai berkurang. Hingga Baitul Maqdis dikuasai oleh orang lain, orang Islam
sepertinya tidak punya perhatian dalam menyatukan potensi dan kekuatannya untuk
membebaskan Baitul Maqdis dari intimidasi dan terror yang dilakukan oleh
musuh-musuh Islam,”papar Habib.
Bulan
Sabit = Paganisme?
Salah satu hikmah yang bisa dipetik,
kenapa umat Islam menyembah Ka’bah adalah adanya sarana edukasi luar biasa dari
Allah, di mana umat Islam diajarkan untuk menyatukan visi dan misi, serta
langkah perjuangan untuk menegakkan kalimat Allah setiap saat. Dalam langkah
itulah, ada satu tujuan yang sama, yakni: mencari keridhaan Allah semata.
Ibadah haji yang dilakukan umat Islam dengan mengelilingi Ka’bah, bukan dimaksudkan
untuk menyembah Ka’bah, tapi sebagai isyarat kepada hamba-Nya, bahwa apa pun
suku dan bangsanya, kedudukan dan jabatannya, umat Islam dididik untuk rela
menanggalkan pakaian dan perbedaan di antara mereka, juga menanggalkan
pertikaian dan permusuhan di antara sesamanya. Intinya, mereka menuju titikyang
sama, yakni keridhaan Allah. Maka tidak pernah ada ritual dalam Islam yang
mengajarkan umatnya untuk menyembah Kab’ah.
Adapun yang berkaitan dengan bulan
Sabit, Islam seolah mengelu-elukan bulan, dan terkontaminasi dengan faham
mereka yang menyembah bulan. Habib Rizieq menjelaskan lebih jauh. Pada dasarnya
Islam mengajarkan umatnya utuk memuliakan seluruh makhluk ciptaan Allah, apakah
matahari, bulan, bumi ataupun bintang. Jadi tidak ada yang mewajibkan umat
Islam menggunakan lambang berbentuk bulan.“Buktinya, anda bisa lihat sendiri,
salah satu organisasi terbesar di Indonesia, seperti Muhammdiyah lambangnya
tidak menggunakan bulan, tapi matahari. Begitu juga identitas FPl yang saya
pimpin, tidak menggunakan bulan, tapi bintang dan tasbih. NU pun demikian, yang
dipakarbukan bulan, tapi bumi dan bintang sembilan.”
Jadi tidak ada dalil yang
mengkhususkan bahwa umat Islam selalu identik dengan bulan. Artinya, kalau ada
masjid tanpa ada sentuhan bulan dan bintang pun tetap berfungsi sebagai masjid,
“Islam sendiri, tidak terpaku dengan lambang-lambang ataupun simbol-simbol.
Kalaupun diperlukan, itu hanya sebatas identitas diri, bukan tujuan untuk
mengkultus, menyembah, apalagi sampai mengkontaminasi dengan pemikiran-pemikiran
dan peng ajaran-pengajaran paganisme (keberhalaan).”
“Nah, kalau saja ada umat Islam
menyembah bulan, demi Allah orang itu sudah mempersekutukan Allah dengan bulan.
Itu artinya, orang itu sudah murtad, kafir dan keluar dari Islam,” tandas Habib
tegas. (Amanah)
***Wassalam***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar