Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam banyak ayat-Nya di dalam
Al-Quran memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk senantiasa bertaubat dan
beristighfar. Allah pun menamai dan mensifati diri-Nya dengan Al-Ghaffaar,
Al-Ghafuur, Ghafirudz dzunub, Dzil maghfirah serta memuji dan menjanjikan
pahala yang banyak untuk orang-orang yang senantiasa beristighfar. Semua itu
menunjukkan keutamaan istighfar dan butuhnya manusia terhadap istighfar.
Istighfar para Nabi ‘alaihimus salam
Dalam al-Quran, Allah mengisahkan
kepada kita bahwa para nabi dahulu adalah orang-orang yang rajin beristighfar
dan bertaubat kepada-Nya. Allah mengisahkan tentang kedua orang tua kita (Adam
dan Hawa) berkata:
“Ya Tuhan Kami, Kami telah
Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi
rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A’raf: 23)
Nabi Nuh ‘alaihis salam berkata:
“Dan Sekiranya Engkau tidak memberi
ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan
Termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Hud: 47)
Nabi Musa ‘alahis salam berkata:
“Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah
Menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya,
Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Qashash: 16)
Tentang Nabi Dawud ‘alaihis salam
Allah mengisahkan:
“Maka ia meminta ampun kepada
Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.” (QS. Shad: 24)
Nabi Sulaiman ‘alaihis salam
berkata:
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan
anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun
sesudahku, Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”
Allah memerintahkan penutup para
rasul-Nya:
“…dan mohonlah ampunan bagi dosamu
dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad:
19)
Dan memerintahkan kita:
“Maka tetaplah pada jalan yang Lurus
menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya… “ (QS. Fushshilat: 6)
Dalam hadis qudsi Allah berfirman,
“Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan setiap hari dan
setiap malam, sementara Aku mengampuni dosa seluruhnya, maka beristighfarlah
kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian.”
Faidah Istighfar
Istighfar memiliki banyak faidah.
Diantaranya adalah:
1. Sebab diampuni dosa
Hal ini karena diampuni dosa adalah
tujuan utama istighfar. Sebagaimana dalam hadis qudsi di atas, “Maka
beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni kalian”. Begitu
juga dalam firman Allah:
“Dan Barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan dan Menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya
ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 110)
Dalam hadis qudsi yang lain Allah
berfirman, “Wahai anak Adam, sesungguhnya selama engkau memohon dan berharap
kepada-Ku, niscaya aku akan mengampuni segala dosamu dan aku tidak peduli.
Wahai anak Adam, andai dosamu mencapai sepenuh langit dan bumi, kemudia engkau
memohon ampun kepada-Ku, niscaya aku akan mengampunimu.”
2. Menolak bala dan azab.
Allah berfirman:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan
mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah
akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33)
3. Penghapus kesedihan, pengundang
rizki dan keluar dari kesulitan.
Dalam sunan Abu Daud dan Ibnu
Majah, dari Abdullah bin Abbas, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang
membiasakan istighfar, maka Allah akan memberikan untuknya jalan keluar dari
setiap kesulitan, kelegaan dari setiap kesedihan dan Allah akan mengrunikan rizki
dari jalan yang tidak disangka-sangka.”
4. Sebab turun hujan, banyak harta,
anak, tumbuhan dan air.
Allah berfirman tentang Nabi Nuh
‘alaihis salam:
“Maka aku katakan kepada mereka:
‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Niscaya
Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan
anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Dan berfirman tentang Nabi Hud
‘alaihis salam:
“Dan (dia berkata): “Hai kaumku,
mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan
kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud:
52)
Setiap saat beristighfar
Istighfar disyariatkan dalam setiap
kesempatan. Namun demikian, ada waktu-waktu khusus dimana istighfar memiliki
keutamaan tersendiri. Diantaranya saat selesai melaksanakan ibadah. Fungsi
istighfar dalam kesempatan ini untuk menjadi penyempurna bagi
kekurangan-kekurangan yang ada di dalam ibadah tersebut. Sebagaimana
disyariatkan istighfar setelah selesai menunaikan shalat. Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam biasa beristighfar sebanyak tiga kali setelah menunaikan
shalat.
Istighfar juga disyariatkan setelah
melaksanakan shalat malam. Allah berfirman:
Di dunia mereka sedikit sekali tidur
diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (QS.
Adz-Dzariyat: 17-18)
Setelah selesai wakuf di arafah.
Allah berfirman:
“Kemudian bertolaklah kamu dari
tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada
Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah:
199)
Istighfar disyariatkan ketika
menutup majelis. Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan ketika kita
selesai bermajlis untuk mengucapkan, “Maha suci ya Allah dan dengan mumuji-Mu,
aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Seyogyianya bagi seorang muslim
membiasakan dirinya untuk berisitighfar dalam setiap kesempatan. Terutama pada
waktu-waktu yang memiliki kekhususan tadi. Imam Ahmad meriwayatkan dari
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Sungguh kami menghitung Rasulullah
dalam satu majelis sebanyak seratus kali mengucapkan, “Rabbighfirlii wa tub
‘alayya innaka antat tawwabur rahim.” (Wahai Rabbku ampunilah diriku dan
berilah taubat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapemberi taubat dan
Mahapenyayang)
Agar istighfar dapat memupus dosa
Istighfar maknanya adalah meminta
maghfirah (ampunan) dengan dihapusnya dosa dan ditutupnya aib. Istighfar harus
disertai dengan menjauhi dan berhenti dari dosa dan maksiat yang telah
dilakukan. Adapun orang yang beristighfar hanya dalam lisannya, sementara ia
tetap dalam kemaksiatan tersebut, maka ia adalah pendusta. Istighfarnya tidak
akan bermanfaat. Al-fuhdail bin Iyadh –rahimahullah- berkata, “Istighfar tanpa
meninggalkan dosa adalah taubatnya para pendusta.” Juga dikatakan, “Istighfar
kita membutuhkan istighfar.” Maksudnya adalah orang yang beristighfar namun
tidak meninggalkan dosanya maka ia telah berdosa yang membuthkan istighfar
lagi.
Lafadz-lafadz istighfar
Ada beberapa lafadz istighfar yang
diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya adalah:
“Rabbighfirlii wa tub ‘alayya innaka
antat tawwabur rahim.”
Wahai Rabbku ampunilah diriku dan
berilah taubat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapemberi taubat dan
Mahapenyayang.
“Astaghfirullahal ladzi laa ilaaha
illaa huwal hayyul qayyum wa atuubu ilaihi”
Aku memohon ampun kepada Allah yang
tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia yang Mahahidup dan Mahaberdiri
sendiri.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyebutkan sayyidul istighfar (tuannya istiggfar) adalah:
اللّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَاْ عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ
وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ
لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ
لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إَلَّا أَنْتَ
Allaahumma Anta Rabbii laa ilaaha
illaa anta, khalaqtanii wa ana ‘abduka, wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika
mastatha’tu, a’uudzu bika min syarri maa shana’tu, abuu`u laka bi ni’matika
‘alayya, wa abuu`u laka bi dzanbii faghfir lii, innahu laa yaghfirudz dzunuuba
illaa anta
Ya Allah, engkau adalah Rabb ku tidak
ada yang berhak disembah selain engkau, engkau yang telah menciptakanku dan aku
adalah hambamu, dan aku berada di atas perjanjian-Mu semampuku, aku berlindung
kepada-Mu dari kejahatan yang aku perbuat, aku mengakui nikmatmu atas ku dan
aku mengakui dosa-dosaku maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang
mengampuni dosa selain-Mu…
Siapa saja yang mengucapkannya pada
siang hari seraya meyakininya, kemudian ia mati sebelum sore, maka ia termasuk
penghuni surga. Dan siapa saja yang mengucapkannya pada malam hari seraya
meyakininya, kemudian ia mati sebelum pagi, maka ia termasuk penghuni surga (HR
Bukhari: 5659)
[Disadur dari buku “Al-Khutab
Al-Minbariyyah”, Syaikhuna Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan –hafidzahullah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar